Hupomnemata

Ada istilah dalam Yunani Kuno “hupomnemata”, yaitu semacam tradisi yang dilakukan oleh orang-orang Yunani yang berarti menulis apa saja yang mereka pelajari, temukan atau mereka pikirkan dalam sebuah catatan.

Mungkin sekarang prosesnya mirip menulis buku harian, atau memoar, atau istilah yang lebih kekinian lagi journaling. Namun ada satu titik tekan khusus dalam “hupomnemata” ini yakni menulis dalam keheningan.

Apa itu “menulis dalam keheningan”? 

Arti dasarnya hupomnemata merupakan sebuah metode penyucian diri, seseorang menulis secara jujur mengenai pikiran-pikiran buruknya seperti ia melaporkan pada orang lain. Sebagaimana pikiran buruk itu tidak ingin diketahui oleh orang lain, maka harapannya ia tidak akan melakukan tindakan itu. Hanya dengan membacanya saja ia malu, apalagi melakukannya? Begitu kira-kira. 

Hupomnemata bertujuan untuk membentuk diri. Menarik diri ke dalam diri sendiri, berhubungan dengan diri sendiri, berkomunikasi dengan diri sendiri. Itulah tujuan dari hupomnemata. Menyatukan ingatan akan logos yang terpisah-pisah.  

Membaca dan menulis tidak boleh dipisahkan, namun seseorang harus “memiliki jalan alternatif” untuk kedua kegiatan tersebut dan “memadukan yang satu dengan yang lain.”

Karena jika terlalu banyak menulis akan melelahkan sementara membaca yang berlebihan memiliki efek yang memecah belah. Berpindah dari satu buku ke buku lainnya, tanpa henti membuat seseorang cenderung tidak akan menyimpan apa pun; menyebar dari satu pemikiran ke pemikiran yang berbeda sampai akhir melupakan dirinya sendiri. Terus menerus tertarik pada ide-ide baru tanpa pijakan kembali. 

Hupomnemata memberikan pijakan itu. Saya bisa bilang, buku Ibnul Jauzi, “Syaidul Khatir” adalah salah satu buku yang ditulis melalui cara yang semacam itu. Buku yang ditulis hampir 1000 tahun lalu tapi masih relevan menjawab permasalahan-permasalahan kontemporer. Itu magic. 

Menulis bisa menjadi sebentuk “ritual” tentu saja bukan makna sesungguhnya jika yang anda maksudkan ritual seperti sholat, bukan semacam itu. Breaktime dari kehidupan sehari-hari. Breaktime yang dikerjakan ketika kita berada dalam keheningan.

Menulis membuat kita berfikir lebih lambat daripada berbicara. Menulis menjadikan kita terkoneksi lagi dengan diri kita sendiri, tentu saja selama menulis adalah sebuah aktivitas yang anda nikmati. Jika anda tidak begitu akrab dengan aktivitas menulis, maka bisa dimulai dengan berpikir.    

Tulisan hanya salah satu piranti bagaimana pikiran anda bisa “diindera” (objektivikasi). Selain menulis, tentu saja anda bisa menggambar, namun gambar anda harus menjelaskan kembali apa pesan anda yang ingin anda sampaikan lewat gambar itu, berbeda dengan tulisan. Orang lain bisa langsung paham dengan apa yang anda sampaikan. Setidaknya tulisan tidak terlalu multitafsir seperti lukisan. 

Menulis adalah proses menuju kesadaran pribadi. Yang sudah dilakukan oleh orang-orang hebat dari zaman dulu, Markus Aurelius, Leonardo Da Vinci, John F Kennedy dan banyak lagi. Ulama-ulama salaf dahulu juga begitu mulia dengan karya-karya tulisannya. 

Menulis untuk diri kita sendiri, bukan untuk orang lain. Menulis adalah kenikmatan mencari ilmu. Menulis adalah salah satu bentuk breaktime, bentuk istirahat dari hiruk pikuk dunia untuk menemukan makna kehidupan.

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *