Tidur Adalah Jeda 

Saya bereksperimen memakai pelayanan pesawat kelas bisnis, untuk alasan apa sih orang rela bayar jauh lebih mahal hanya untuk waktu yang sebentar?

Dalam kerangka design thinking, proses ini disebut empathy, immerse dan observe, yaitu proses merasakan langsung dan juga proses mengamati perilaku customer. Ternyata di luar ekspektasi, yang saya temukan alasan orang-orang memanfaatkan kelas bisnis ini adalah tidur. 

Mereka memanfaatkan kelas bisnis untuk bisa istirahat. Sekali lagi, untuk istirahat: tidur.

Di Incentric, saya banyak bertemu dengan para bisnis owner, menemani dan ngobrol dengan mereka. Dan kalau boleh saya simpulkan mereka memiliki problem yang sama, mereka butuh istirahat, butuh breaktime, butuh tidur. 

Seperti bulan, di kejauhan sangat indah namun ketika sudah sampai di bulan kenyataannya gak indah-indah amat, berlubang, banyak boroknya. CEO dan Bisnis Owner juga seperti itu, terkesan santai, kerjaannya lihat-lihat aja karena ada team dan karyawan yang bekerja. Tetapi pada kenyataannya, mereka capek sekali. Bukan secara fisik, pekerjaan mereka di pikiran. Itulah yang membuat mereka cepat capek. Dan capek pikiran itu lebih melelahkan daripada fisik.

Saya pernah ngobrol dengan mantan asisten artis. Beliau bercerita selain capek shooting “kejar tayang” para artis itu kebanyakan capek pikiran, fisik diforsir, pikiran juga sama. Makanya tidak aneh banyak yang kemudian jatuh ke dalam narkoba, miras, dunia malam, atau hubungan bebas. Semua itu berakar pada kejenuhan dan kelelahan yang mereka alami. 

Tekanan fisik bisa kita hindari, kita bisa kabur melepaskan diri. Tapi bagaimana kalau penjaranya adalah pikiran, bagaimana caranya melepaskan diri dari pikiran?

Iya benar. Semua pekerjaan juga capek. Jadi apapun juga capek. Jadi karyawan, petani, atau jadi driver ojol pun semua juga capek. Namun capeknya bisnis owner ini berbeda dengan capeknya karyawan atau driver ojol. Maaf bukan maksud merendahkan satu profesi dengan profesi lainnya. 

Memang begitu kenyataannya, CEO atau bisnis owner yang keliru mengambil keputusan, resiko dari kekeliruan yang ia buat akan diambil oleh seluruh orang yang berada dalam perusahaan. Singkatnya, keputusan satu orang berpengaruh pada 100 orang kehidupan. 

Mengambil keputusan itu melelahkan maka jadi sangat masuk akal beberapa orang rela membayar lebih hanya untuk mendapatkan waktu yang sangat istimewa; tidur. 

Di tengah hiruk pikuk lalu lintas keputusan perusahaan, CEO atau bisnis owner butuh breaktime. Butuh mengistirahatkan fisik. Butuh mengistirahatkan pikiran. Butuh mengistirahatkan jiwa, memberi hak kepada tubuh. 

Kita butuh melihat tanaman hijau, indahnya alam, untuk mengistirahatkan pikiran. Butuh sholat, butuh majelis ilmu, butuh sedekah, untuk mengistirahatkan jiwa. 

Agar bisa memberikan keputusan yang cerdas, strategis untuk keberlangsungan nasib perusahan dan kehidupan yang waras. 

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *