Menjadi Hamba

Saya termasuk orang yang selalu bimbang dengan konsep kedirian. Oleh karena itu saya ikut tes psikologi untuk membantu menemukan jati diri yang sebenarnya. Hanya saja, saya tidak ikut satu test, saya ikut banyak; tes STIFIn, Personality Plus, Talent Mapping. Dan benar, test itu sangat membantu saya memetakan jati diri saya. 

Setelah mengikuti serangkaian tes psikologi, saya mulai beranggapan, saya telah menemukan jati diri saya yang sebenarnya. Kalau orang lain mau bilang gimana-gimana dan gimana, saya tidak terlalu menghiraukan.  

Tapi kemudian, pendapat saya itu ditantang kebenarannya. Kehidupan saya banyak berubah, 2 tahun terakhir saya menemukan sisi lain dari “self awareness” yang selama ini belum saya maksimalkan. 

Dr Tasha Eurich pernah bilang bahwa self awareness itu tidak hanya berasal dari internal self awareness-saja sebagaimana yang mungkin sudah saya lakukan melewati proses pengenalan diri dengan tes psikologi. Tetapi ada satu jenis self awareness lain yang juga harus kita lakukan yakni external self awareness

Menurutnya, orang yang memiliki internal self awareness-nya tinggi, namun external self awareness-nya rendah, akan sangat berpotensi menjadi orang yang bebal. 

Tipe orang seperti ini beliau namakan sebagai “lntrospektor”. Orang seperti ini adalah orang yang tidak berani menantang dirinya sendiri untuk mendapatkan feedback dari orang lain. 

Orang seperti ini takut untuk mengakui kesalahan atau kekeliruan yang dia lakukan. Dan biasanya banyak bermasalah dengan orang lain. 

Sebaliknya ada orang yang external self awareness-nya tinggi, namun internal self awareness-nya rendah. Tipe ini dinamakan sebagai “Seeker”. Orang seperti ini cenderung menyenangkan orang lain tetapi dirinya sendiri stagnan dan frustasi. 

Dr Tasha Eurich menjelaskan ada satu tipe yang disebut “Aware”, yakni orang yang self awareness yang terdalam, mereka adalah orang yang memiliki internal self awareness yang tinggi, juga memiliki external self awareness yang tinggi. 

Saya termasuk “Introspector” orang yang sering bilang, “Aku kan begini orangnya, aku begitu orangnya.” Selfish dan bebal terhadap feedback. Hingga saya menemukan konsep “breaktime”, saya berhenti untuk istirahat dan banyak merenung. 

Walau terdengar sepele dan klise, breaktime sebenarnya perkara yang sangat pelik karena perlu energi besar untuk melakukannya, perlu keberanian untuk melawan rasa takut mengakui kesalahan. 

Hemat saya, titik yang paling krusial dalam hidup seseorang, yang akan menyebabkan perubahan yang tidak kalah krusial dalam hidupnya, adalah mau menundukkan ego. Ketika kita tidak bisa mengkerangkeng ego, kita akan dikerangkeng olehnya. Ego menjadi tuan dan kita menjadi budak.   

Untuk melepaskan kerangkeng ego, saya memulai dengan breaktime, secara teknik saya memulainya dengan cara deep listening, saya mendengarkan sekitar, saya memaksimalkan indera pendengaran saya. Dengan cara seperti itu, perlahan saya mulai merasakan peralihan dari “introspektors” ke “aware.”

Sampai detik ini juga saya masih terus belajar dan berproses untuk menemukan self awareness yang sempurna, syumuliyah. 

Satu hal yang saya yakini sebagai seorang muslim, internal maupun external self awareness tertinggi adalah ketika kita benar-benar menjadi Hamba Allah. Seorang hamba. Hamba yang tidak memakai “jubah” yang dimiliki oleh Rabb-Nya.  

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *